Pages

Rabu, 16 November 2011

budaya kotaKu


Sumenep, Lontar Madura, Festival Tong Tong se Madura digelar kembali untuk memperingati Hari Jadi Sumenep ke 742  Tahun 2011, dibuka dan dilepas oleh Bupati Sumenep, A. Busro Karim, 22 Oktober  2011, di Jl, A. Yani Pangligur Sumenep.
“Sebagai agenda tahunan, festival tong-tong ini hendaknya dipertahakan, dan kalau perlu tahun depan diselenggarakan festival se Jawa Timur”, ujar Bupati Sumenep dalam sambutannya.
Selanjutnya Bupati Sumenep berharap, agar tradisi semacam hendaknya terus dipelihara dan dikembangkan sebagai aset tradisi Madura
Sebagai acara tahunan, fetival Musik Tong Tong ini mendapat perhatian masyarakat, yang mengakibatkan sepanjang route festival dipadati pengunjung, yang memang masyarakat Sumenep terlalu haus pada hiburan tradisi, yang selama ini hampir punah di  tengah masyarakat.
Musik tong-tong, yang awalnya sebagai musik patrol menjelang sahur pada bulan puasa itu, dalam perkembangannya telah banyak mengalami perubahan, dan bahkan jauh dari musik tong tong aslinya.
“Pada masa lalu, musik tong-tong  dimainkan dengan alat musik terbatas, yaitu musik pukul  yang terbuat dari bambu dengan nuansa bunyi yang merdu dan ritmis”, ujar Eko Suhartono Hadi salah seorang panitia dari FKKPI Sumenep.
“Sekarang justru nuansa tong-tongnya telah hilang dengan bentuk yang sangat beda, dan kemudian kalangan masyarakat menyebutnya sebagai musik Ul-Dhaul”, tambah Eko disela-sela himpitan pengunjung.
Untuk itu katanya, kenapa kami tidak menyebut sebagai bentuk Festival Musik Ul-Dhaul, karena pada dasarnya kami ingin mengembalikan pada format dasar musik tong-tong itu sendiri.
Festival yang  tahun ini diikuti 15 peserta se Madura, ternyata mengelami penurunan dibanding tahun lalu yang diikuti 21 peserta. Hal ini tentu disayangkan pada tahun-tahun berikutnya akan terus mengalami penurunan yang nanti festival macam ini tidak banyak diminati oleh peserta.
Hal ini beralasan, karena menurut pengakuan salah seorang peserta dari Pamekasan pada Lontar Madura, biaya operasional untuk mengikuti festival memakan biaya puluhan juta rupiah.

Eko Suhartono Hadie
“Memang tidak  sebanding kalaupun peserta jadi juara, hadiah yang diberikan hanya cukup untuk makan bersama”, ujarnya.
Biaya festival seluruhnya dianggarkan APBD Kabupaten Sumenep, diharapkan bukan semata-mata sebagai pentas seremoneal  tahunan, dan setelah ini hilang begitu saja.
Pihak pemerintah seyogyanya memperhatikan musik tong-tong ini sebagai kebanggaan untuk dilestarikan, meski dalam konteks kekinian sebagai bentuk musik tradisi kontemporer.
Demikian pula, dalam bentuk seni tradisi Madura yang lain, yang seharusnya mendapat bagian dalam pelesatrian dan pengembangnnya untuk medapat perhatian serius, karena ditengarai jenis-jenis tradisi yang ada, pada dekade terakhir ini sudah mulai menghilang.

0 komentar:

Posting Komentar